Pendekatan Semiotika-Roland
Bharthes
Oleh Widya Prana Rini
Setelah saya membaca cerpen karya
Anggita Ryandika Rusman, langkah awal yang saya lakukan adalah mencari rumusan
masalah. Sebenarnya, untuk membedah
suatu teks (objek) dapat dilakukan dengan dua jalan, yang pertama membaca teks
yang akan dikaji kemudian mencari teori yang tepat untuk membedah, yang kedua
membaca teori kemudian mencari teks yang tepat. Dalam hal ini saya memilih
jalan yang pertama untuk mencukil apa yang terdapat dalam cerpen “Perempuan
Pemuja”dari kaca mata Semiotik Roland Barthes.
Dalam pendekkatan ini, langkah yang digunakkan
adalah memaparkan masalah yang berkenaan dengan objeknya, yaitu cerpen “Perempuan
Pemuja”, kerangka pendekatan, pembahasan, dan kesimpulan.
Selintas tentang “Perempuan pemuja”
PEREMPUAN
PEMUJA
Cerita
dimulai ketika Eva menghubungi kekasihnya yang bernama Hendry melalui
telephone. Eva merasa cemas, sebab Hendry tidak mau bertanggung jawab atas apa
yang telah dilakukan oleh keduanya hingga menyebabkan Eva hamil. Pada saat Eva
mengenang Hendry tentang awal pertemuan mereka terdengar suara memanggil Eva.
Ternyata panggilan kakak Eva bernama Ratna. Ratna mengabdikan hidupnya
pada lelaki tua.
Ratna bercerita tentang anaknya yang bernama
Wulan kepada Eva mengenai jarangnya pertemuan antara ayah dengan anaknya, hal
itu membuat Eva teringat akan kandunganya sendiri dan membayangkan apa yang
terjadi kelak. Ditengah percakapan Eva teringat Ibunya yang lebih sibuk
mempercantik diri demi mendapatkan pemuda tampan. Sikap tersebut disebabkan oleh
perceraian dengan suaminya sebagai sikap yang tidak mau kalah. Pada saat itu
juga lagi-lagi Eva teringat kembali pada Hendry.
Kecemasan
Eva bertambah ketika Eva membayangkan perutnya yang akan mulai membesar. Eva
membayangkan pertanyaan kakak dan Ibunya nanti. Ditengah perbincangan antara
Ibu Eva dengan Eva tentang Ratna dan suami Ratna, Ibu Eva menanyakan tentang
kehamilan Eva dan terkejut. Ternyata Ibu Eva tahu, situasi tersebut ditanggapi
dengan santai. Diakhir cerita setelah Eva mengaku mengenai siapa laki-laki yang
telah menghamili Eva, mereka terkejut, keterkejutan itu ditambah lagi dengan
kedatangan Pak Broto dan Hendry.
Setelah membaca kilasan cerpen, ditemukan adanya aksi atau tindakan yang
dilakukan oleh tokoh utama, munculnya teka-teki, adanya sistem nilai yang ada
dalam cerita, adanya kalimat yang menunjukan konotasi dan klimaks cerita,
sehingga pembahasan cerpen ini dilakukan dengan pendekatan Semiotik Rolan
Barthes.
Kerangka Pendekatan
Studi yang
mempelajari tentang makna dan tanda yaitu semiotik. Pada tahun 1960-an di
Prancis berkembang istilah yang merefrensi tentang ilmu yang disebut dengan
ilmu tanda. Para ilmuan menyebutnya dengan sebutan yang berbeda-beda, ada yang
mengatakan tentang istilah semiologi. Wilayah Anglo-Saxion lebih memilih menggunakan istilah semiotika,
di Prancis beberapa ahli memberi nama semiologi. Barthes termasuk yang
bersikukuh terhadap semiologi ( Udasmoro (edtr), 2007: v).
Pertama, untuk
menyelami semiotik Roland Bharthes, terlebih dahulu kita mengingat kembali istilah
“tanda”, “petanda”, dan “penanda”, istilah yang dibawa oleh Ferdinan de
Saussure. Sebab menurut Roland Bharthes, semiotika
mempelajari bagaimana tanda melakukan penandaan, dalam naskah konvensional, dan
dokumen-dokumen hukum, atau dalam iklan dan perilaku ragawi (7 Teori Sastra
Kontemporer & 17 Tokohnya, 2012:80).
Ferdinand de
Saussure
|
Roland Barthes
|
Misal
|
Signifiant
(penanda)
|
Bentuk (form)
|
dibalik kertas
|
Signifie
(petanda)
|
Konsep (concept)
|
muka depan
kertas
|
Sign
(tanda)
|
Penandaan (Signification)
|
kertas
|
Selain itu, pada
ruang yang lebih sempit, Barthes mengembangkan apa yang disebut sebagai analisa
struktural atau analisa tekstual yang diterapkan untuk mengkaji naskah-naskah
atau teks-teks yang semua itu
tidak lepas dari bahasa (langue).
Suatu naskah oleh
Barthes dipotong-potong dan disusun kembali dalam suatu sistem baru dalam
jumlah tak terbatas. Potongan-potongan
ini disebut dengan leksia atau fragmen-fragmen cerita. Dengan
metode ini peran pembaca begitu besar dalam menentukan sistem makna baru yang
terbentuk. Ada Banyak kode yang dibahas oleh Bharthes, namun kali ini dibatasi hanya lima kode, yaitu kode hermeneutik (kode teka-teki), kode semik (makna konotatif), kode simbolik, kode proaretik (logika tindakan), kode gnomik (kode kultural). Sebelum kode-kode ini di jabarkan, langkah yang diambil
dalam pembahasan tidak melalui prosedur pemaknaan sastra secara struktural,
alasanya untuk membatasi penelitian kali ini. Selanjutnya akan dijabarkan
kode-kode semiotik Roland Bharthes.
Kode hermeneutik atau kode teka-teki berkisar
pada harapan pembaca untuk mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul
dalam teks. Kode teka-teki merupakan unsur terstruktur yang utama dalam narasi
tradisional.
Kode semik (makna
konotatif) adalah kode yang memanfaatkan isyarat,
petunjuk, kumpulan dari
konsep atau “kilasan
makna”. Kode semiotik menawarkan banyak sisi. Dalam proses
pembacaan, pembaca menyusun tema suatu teks. Ia melihat bahwa konotasi kata
atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan konotasi kata atau
frase yang mirip. Jika
kita melihat kumpulan satuan konotasi melekat, kita menemukan suatu tema di
dalam cerita. RB menyebutnya
dengan sekelompok signifie-signifie konotasi sebagai kode semis (Semiologi,
2007: 357).
Kode simbolik bagi RB kode simbolik lebih disebut sebagai medan simbolik. Medan simbolik
organisasi dari makna-makna yang dilakukan menurut simbolisme aksional
(Semiologi, 2007:358). Kode tindakan/ lakuan dianggapnya sebagai perlengkapan
utama teks yang dibaca orang
yang bersifat struktural dan dilandasi oleh suatu gagasan bahwa makna dapat
diperoleh dari oposisi biner.
Kode
proaretik (logika tindakan) Kode aksi mengacu
pada kepada organisasi aksi-aksi yang dilakukan atau dialami oleh agen-agen
yang ada dalam nasrasinya (Semiologi, 2007:360). Maksudnya kode ini mencakup
apa yang terjadi yang disajikan menurut suatu logika sebab akibat dan
hubunganya dengan waktu.
Kode
gnomik (kode kultural) kode kultural
melibatkan atau mengimplikasikan pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca
(Semiologi, 2007:354). Pembaca akan menerima konotasi dalam sebuah teks Kode ini merupakan acuan teks
kebenda-benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh budaya. Dalam teori
Barthes akrab dengan apa yang disebut dengan sistem pemaknaan tataran kedua,
yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sastra merupakan
contoh paling jelas sistem pemaknaan tataran kedua yang dibangun diatas bahasa
sebagai sistem pertama. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif,
yang di dalam mitologinya secara tegas ia bedakan dari
denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama.
Pembahasan
a.
kode aksi/Tindakan
Setiap aksi atau
tindakan dalam cerita dapat disusun. Dalam cerpen “Perempuan Pemuja” aksi atau tindakan yang dilakukan oleh tokoh utama
tidak banyak, yaitu lebih kepada duduk di luar rumah, duduk di dalam rumah, menggendong keponakan dan menidurkanya. Pada saat duduk pikiran tokoh sangat dinamis yaitu selalu
menerwang hal-hal yang telah dan akan terjadi namun gerak yang dilakukan pasif.
Bermula ketika Eva
duduk setelah bertelephone dengan Hendry, tokoh utama memikirkan sikap-sikap
yang dilakukan oleh Hendry pada waktu awal pertemuan, kepopuleran Hendry sampai pada titik sikap tidak bertanggungjawabnya Hendry. Selanjutnya Eva teringat lagi pada Hendry ketika Wulan
keponakanya digendong, tokoh utama membayangkan tujuan dari pernikahaan. Tokoh utama juga
teringat akan percakapannya ditelephone dengan Hendry supaya menggugurkan
kandunganya setelah menidurkan Wulan. Saat itu tokoh utama khawatir akan dosa
yang telah dilakukan dan akan menambahkanya lagi dengan aborsi. Ketika tokoh
utama memikirkan tentang aborsi, tokoh utama telah berpindah tempat dari kamar
ke luar rumah, hal itu dijelaskan dengan percakapan antara Ibu Eva dengan Eva. Citra
yang buruk dibayangkan oleh Eva tentang ibunya, ketika ibu Eva duduk dan
menyalakan korek apinya
lalu merokok. Diakhir cerita
bagaimana tokoh utama bersikap setelah ibunya mengetahui siapa yang telah
menghamilinya.
Secara umum
kode aksi/tindakan/proairetik yang terdapat dalam cerpen terlihat seimbang
antara aktivitas gerak yang dinamis dan gerak yang pasif melalui
pikiran-pikirannya.
b.
Kode
hermeneutik atau kode teka-teki
Kode teka-teki
memiliki
tujuan dan harapan untuk mendapatkan ‘kebenaran’ atas teka-teki atau pertanyaan
yang muncul di dalam teks. Kode teka-teki yang muncul dalam cerpen “Perempuan
Pemuja”
adalah ketika tokoh utama belum
mengakui atas kehamilanya kepada Ibu dan kakaknya sebelum ada pertanyaan
dari Ibunya. Lalu siapa laki-laki yang telah menghamili tokoh utama, dalam hal
ini hanya tokoh utama yang tahu sebelum mengaku kepada Ibunya dan siapakah
Broto dalam tokoh tersebut. Apa hubungan Broto dengan Hendry, seperti pada
kutipan berikut.
“Mas Broto?” Ratna berucap seakan tak percaya dengan apa
yang dilihatnya. Seorang pemuda
keluar pula dari dalam mobil itu. Aku tak dapat menahan diamku lagi.
“Hendry!!!”
pekikku bersamaan dengan pekik mama yang tak kalah keras.
Pada akhir cerita yang menampilkan
tokoh Wulan mengungkapkan perasaan rindu kepada ayah, dan bagaimana tokoh
Ratna, Eva dan Wulan menyikapi merupakan masih menjadi teka-teki.
c.
Kode
gnomik (kode kultural)
Kode gnomik atau kode budaya
merupakan referensi teks, kode-kode ini tersirat dalam teks. Didalam cerpen “Perempuan
Pemuja” karya Anggita Riyandika R. Ini tampak pada kutipan berikut.
“Ini
kepulanganmu yang ke tujuh dengan alasan dan perkataan yang sama. Paling-paling
dua hari lagi kau akan dijemput mobil mewah lengkap dengan sopirnya, kemudian
kembali ke rumah mewah itu. Ingat mbak, kau tak betah melarat.”
Kode-kode yang tersirat dalam kutipan
tersebut yaitu suami Ratna adalah orang yang terpandang. Ucapan Eva kepada
kakanya “Dijemput mobil mewah lengkap dengan
sopirnya, kemudian kembali ke rumah mewah itu”. Mobil mewah yang dimaksud adalah
mobi Ferary yang tersurat dalam teks. Selain hal tersebut kode budaya juga
tampak pada adegan Eva yang berhubungan dengan Hendry dengan menggunakan
telephone sampai dua kali.
d.
Kode Konotatif
Kode konotatif dalam
cerpen “Perempuan Pemuja” karya
Anggita Riyandika R. sikap Eva yang tidak setuju dengan kekasihnya untuk menggugurkan
kandunganya. Walaupun Eva dan Hendry telah melanggar batas hingga hamil di luar
nikah tanpa mengindahkan rasa berdosa, tokoh Eva ada rasa kecemasan yang
berujung akan ketakutan dosa kepada Tuhanya. Selain tokoh Eva, tokoh perempuan
lainnya seperti Ibu dan kakaknya juga menyadari sikap-sikap yang hanya bahagia
bersifat sementara. Jadi konotasinya dalam cerpen ini adalah kebahagiaan yang
didapat bersifat semu.
e.
Kode Simbolik
Menurut
Roland Bharthes dalam Suwondo (Studi Sastra, 2007: 119) simbol merupakan
aspek pengkodean fiksi yang khas bersifat struktural. Maksudnya kode konotatif
berhubungan erat dengan tema yang ada di dalam teks tersebut. Cerpen “Perempuan
Pemuja” dapat dicari kode simboliknya dengan mengetahui kode konotatifnya.
Tokoh utama merasakan suatau kecemasan dan ketakutan dalam hidupnya. Bermula
ketika diketahui bahwa tokoh utama hamil lalu meminta pertanggungjawaban kepada
kekasihnya namun ditolak. Penolakan tersebut disebabkan karena keluarga Eva
yang berantakan dan saat itulah muncul pemikiriran sebab-sebab penolakan Hendry
mengenai latar belakang keluarga, seperti pada kutipan berikut.
Aku mulai muak berbicara dengan orang yang kusebut mama ini.
Pantaslah aku begini. Tak ada yang memberiku contoh moral. Buah jatuh tak jauh
dari pohonnya. Kurasa itu memang benar. Semua hanya hidup sebagai pemuja.
Pemuja harta dan pemuja pria.
Kutipan di atas menunjukan bagaimana keluarga mendidik
Eva dan sikap-sikap Ibu dan kakanya. Kemudian tokoh utama meneliti kisah hidup
kakaknya sebagai istri simpanan yang ternyata tidak bahagia. Ditambah ladi
Ibunya yang hidupnya untuk bersenang-senang dangan laki-laki sepuluh tahun lebuh
muda disebabkan perceraian dan kekecewaan mantan suami yang memilih wanita
lebih muda sepuluh tahun. Secara simbolik menunjukan bahwa kehancuran hidup
tokoh utama disebabkan oleh kekacauan keluarga.
Kesimpulan
Dari uraian
yang telah dipaparkan mengenai lima kode dalam cerpen
“Perempuan Pemuja” karya
Anggita Riyandika Roland Bharthes dengan pendekatan Semiotik
Roland Bharthes yaitu kode aksi secara umum seimbang antara aktivitas gerak
yang dinamis melalui gerakfisik dan gerak pasif melalui pikiran-pikiran tokoh
utama. kode teka-teki yang muncul yaitu siapa yang telah menghamili Eva, apa
hubungan Broto dengan Hendry dan sikap apa yang harus dilakukan oleh Ratna
untuk menjawab pertanyaan anaknya. Kode kultural yang disimbolkan
oleh sebuah mobil mewah yang menandakan kehidupan yang tinggi dan telephone
sebagai alat komunikasi menandakan suatu moderenitas.
Kode Konotatifnya yaitu kebahagiaan yang didapat bersifat semu. Kode Simbolik kehancuran hidup tokoh utama
disebabkan oleh kekacauan keluarga
Daftar Pustaka
Soebachman & Syuropati. 2012. 7 Teori Sastra
Kontemporer & 17 Tokohnya. Yogyakarta: IN AzNa Books.
Suwondo, Tirto. 2011. Studi Sastra Konsep Dasar Teori dan
Penerapanya pada Karya Sastra. Yogyakarta: Gama Media.
Udasmoro, Wening. 2007. Petualangan Semiologi Roland
Barthes. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
boleh mintak file nya cerpen ini,? sepertinya menarik.
BalasHapus