Sabtu, 31 Mei 2014

ESAI "UNDERWEAR"



Membedah Puisi Mas Ari
Puisi sebagai dalam karya satra dapat kita pahami melalui struktur dan makna yang terkandung di dalamnya. Struktur dalam puisi itu memiliki keterkaitan unsur-unsur, bukan hanya kumpulan hal-hal yang berdiri sendiri. Sedangkan memahami puisi melalui makna kita harus dapat mengungkap pesan yang tersembunyi dalam teks.
Selanjutnya di sini saya mencoba untuk membedah apa yang ada dalam tubuh puisi milik Mas Ari dalam “sajak waktu” sebagai berikut:

Sajak Waktu

Wajah arloji keriput, jarum-jarum beruban
Siapa sangka, laki-laki paruh baya berputar
sejenak berhenti, pada sebuah taman
teringat akan gigitan apel
yang membuat tulang rusuknya patah

sebelum pada akhirnya
ada perempuan  terbujur kaku
melahirkan anak-anak waktu.

April, 2014

Pada “sajak waktu” milik Mas Ari di sini dia mencoba untuk menceritakan tentang kisah adam dan hawa. Di sini di buktikan pada baris ke-4 “teringat pada gigitan apel”. “Apel” di sini adalah simbol untuk menerangkan buah “khuldi” yang menjadi awal mula terjadinya malapataka sehingga adam dan hawa diturunkan kebumi. Di tegaskan kembali dengan “yang membuat tulang rusuknya patah” bahwa hawa adalah tulang rusuk dari adam.  Lalu di lanjutkan pada baris terakhir “melahirkan anak-anak waktu” yang membuat saya bingung. Apa arti dari “anak-anak waktu”. apakah kita sebagai keturunan atau yang lain? Adam di sini juga di jelaskan pada kata “laki-laki” pada baris ke-2 dan hawa di jelaskan pada baris ke7 bait ke-2 “perempuan”.
Pada sajak tersebut penulis menggunakan majas metafora “wajah arloji keriput” dan “jarum-jarum beruban”. Penulis melukiskan “arloji” dan “jarum-jarum” sebagai manusia yang mulai menua “keriput” dan “beruban”. Kemudian “melahirkan anak-anak waktu” di sini “waktu” di lukiskan sebagai wanita yang melahirkan “anak-anak” yaitu keturunan adam dan hawa.
Di sini penulis menggunakan diksi yang sangat konvensional. Mungkin dengan pertimbangan untuk mepermudah pembaca menikmati dan memahami secara menyeluruh. Di buktikan pada beberapa baris pada puisinya “wajah”, “beruban”, “teringat” dan “gigitan”.
Kemudian mengenai parafrase, penulis (Ari)  pada bait pertama menggambarkan lelaki paruh baya dengan wajah yang keriput dan beruban berjalan mneyusuri taman, tiba-tiba ia teringat akan masalalunya yang menyebabkan ia kehilangan kekasihnya. Di buktikan dengan “ wajah arloji keriput”, “jarum-jarum beruban”, “siapa sangka, lelaki paruh baya berputar”, “sejenak berhenti, pada sebuah taman”, “teringat akan igitan apel”,  “yang membuat tulang rusuknya patah”. Di situ “lelaki” mengalami “kehilangan” akibat memakan buah yang terlarang merujuk pada kisah Adam dan Hawa “giggitan apel” dan “yang membuat tulang rusuknya patah”. Kemudian pada baik ke-2 baris terakhir di sini saya mengalami kebingungan, seperi yang sudah saya jelaskan di atas anak-anak waktu” di likiskan sebagai apa? Karena sebenarnya Adam dan Hawa terlahir sesudah waktu di ciptakan.
Untuk menjelaskan bahwa puisi ini berkisah tentang Adam dan Hawa penilis menggunakan beberapa kata kunci yang menguatkan hal itu contohnya “laki-laki”, “apel” dan “perempuan”. “laki-laki” di sini sebagai Adam, “apel” adalah buah khuldi, kemudian “perempuan” sebagai Hawa.
Berdasakan analisis yang saya lakukan pada “sajak waktu” secara struktural kodrat tiap unsur dalam struktur itu tidak mempunyai makna dengan sendirinya, melainkan maknanya di tentukan oleh hubungannya dengan semua unsur lainnya yang terkandung dalam struktur itu (Hawkes, 1987:17-18). Di sini penulis (Ari) sangat cermat mengkaitkan setiap unsur yang ada. Ini merpermudah pembaca untuk mendapatkan pesan yang tersirat dalam teks, karena setiap baris satu dengan yang lain berkaitan.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar