Membedah Puisi Mas Ari
Puisi sebagai dalam
karya satra dapat kita pahami melalui struktur dan makna yang terkandung di
dalamnya. Struktur dalam puisi itu memiliki keterkaitan unsur-unsur, bukan
hanya kumpulan hal-hal yang berdiri sendiri. Sedangkan memahami puisi melalui
makna kita harus dapat mengungkap pesan yang tersembunyi dalam teks.
Selanjutnya di sini saya
mencoba untuk membedah apa yang ada dalam tubuh puisi milik Mas Ari dalam
“sajak waktu” sebagai berikut:
Sajak Waktu
Wajah arloji keriput, jarum-jarum beruban
Siapa sangka, laki-laki paruh baya berputar
sejenak berhenti, pada sebuah taman
teringat akan gigitan apel
yang membuat tulang rusuknya patah
sebelum pada akhirnya
ada perempuan terbujur kaku
melahirkan anak-anak waktu.
April, 2014
Pada “sajak waktu” milik Mas Ari di sini dia
mencoba untuk menceritakan tentang kisah adam dan hawa. Di sini di buktikan
pada baris ke-4 “teringat pada gigitan apel”. “Apel” di sini adalah simbol
untuk menerangkan buah “khuldi” yang menjadi awal mula terjadinya malapataka
sehingga adam dan hawa diturunkan kebumi. Di tegaskan kembali dengan “yang
membuat tulang rusuknya patah” bahwa hawa adalah tulang rusuk dari adam. Lalu di lanjutkan pada baris terakhir
“melahirkan anak-anak waktu” yang membuat saya bingung. Apa arti dari
“anak-anak waktu”. apakah kita sebagai keturunan atau yang lain? Adam di sini
juga di jelaskan pada kata “laki-laki” pada baris ke-2 dan hawa di jelaskan
pada baris ke7 bait ke-2 “perempuan”.
Pada sajak tersebut penulis menggunakan majas
metafora “wajah arloji keriput” dan “jarum-jarum beruban”. Penulis melukiskan
“arloji” dan “jarum-jarum” sebagai manusia yang mulai menua “keriput” dan
“beruban”. Kemudian “melahirkan anak-anak waktu” di sini “waktu” di lukiskan
sebagai wanita yang melahirkan “anak-anak” yaitu keturunan adam dan hawa.
Di sini penulis menggunakan diksi yang sangat
konvensional. Mungkin dengan pertimbangan untuk mepermudah pembaca menikmati
dan memahami secara menyeluruh. Di buktikan pada beberapa baris pada puisinya
“wajah”, “beruban”, “teringat” dan “gigitan”.
Kemudian mengenai parafrase, penulis
(Ari) pada bait pertama menggambarkan
lelaki paruh baya dengan wajah yang keriput dan beruban berjalan mneyusuri
taman, tiba-tiba ia teringat akan masalalunya yang menyebabkan ia kehilangan
kekasihnya. Di buktikan dengan “ wajah arloji keriput”, “jarum-jarum beruban”, “siapa
sangka, lelaki paruh baya berputar”, “sejenak berhenti, pada sebuah taman”,
“teringat akan igitan apel”, “yang
membuat tulang rusuknya patah”. Di situ “lelaki” mengalami “kehilangan” akibat
memakan buah yang terlarang merujuk pada kisah Adam dan Hawa “giggitan apel”
dan “yang membuat tulang rusuknya patah”. Kemudian pada baik ke-2 baris
terakhir di sini saya mengalami kebingungan, seperi yang sudah saya jelaskan di
atas anak-anak waktu” di likiskan sebagai apa? Karena sebenarnya Adam dan Hawa
terlahir sesudah waktu di ciptakan.
Untuk menjelaskan bahwa puisi ini berkisah
tentang Adam dan Hawa penilis menggunakan beberapa kata kunci yang menguatkan
hal itu contohnya “laki-laki”, “apel” dan “perempuan”. “laki-laki” di sini
sebagai Adam, “apel” adalah buah khuldi, kemudian “perempuan” sebagai Hawa.
Berdasakan analisis yang saya lakukan pada
“sajak waktu” secara struktural kodrat tiap unsur dalam struktur itu tidak
mempunyai makna dengan sendirinya, melainkan maknanya di tentukan oleh
hubungannya dengan semua unsur lainnya yang terkandung dalam struktur itu
(Hawkes, 1987:17-18). Di sini penulis (Ari) sangat cermat mengkaitkan setiap
unsur yang ada. Ini merpermudah pembaca untuk mendapatkan pesan yang tersirat
dalam teks, karena setiap baris satu dengan yang lain berkaitan.
0 komentar:
Posting Komentar