Secara
pribadi menurut saya pengertian puisi adalah ungkapan perasaan atau pikiran
penyair yang dirangkai menjadi suatu bentuk tulisan yang mengandung makna.
Pembuat puisi atau penyair tidak sembarangan dalam membuat karyanya tersebut.
Puisi yang dibuat oleh para penyair biasanya terkesan indah. Namun mereka juga
membuat puisi dengan gaya bahasa yang susah dimengerti.
Walaupun
susah dipahami tapi ada arti puisi yang tersimpan didalamnya
. Lagipula membuat puisi itu harus bebas walaupun hasilnya bagus atau jelek menurut orang lain. Sebuah puisi menjadi indah karena terdapat majas ( gaya bahasa ) didalam rangkaian puisi tersebut. Puisi biasanya mengandung makna konotasi didamnya. Dalam memibuat suatu puisi maka kita harus mengetahui unsur - unsur puisi yang sangat penting.
. Lagipula membuat puisi itu harus bebas walaupun hasilnya bagus atau jelek menurut orang lain. Sebuah puisi menjadi indah karena terdapat majas ( gaya bahasa ) didalam rangkaian puisi tersebut. Puisi biasanya mengandung makna konotasi didamnya. Dalam memibuat suatu puisi maka kita harus mengetahui unsur - unsur puisi yang sangat penting.
Perhatikan puisi
“MALAM
KELABU “ karya Adeng
berikut ini, apakah menggunakan unsure bahasa yang baik dan apakah berutan
antara baik satu dengan baik seterusnya?
MALAM KELABU
Kopi
hitam di suguhkan: “Untuk apa di hidangkan?
Manis
pahit ku kira sama seperti Dia.
Hidangan
senjamu tak mempan,
Sudah
lah!
Tete
bengek apa lagi?
Kini
maupun esok
Malam
akan meninggalkanku
Saat
hujan melubangi kenangan dirumah.
Laron-laron
terdengar berkata pada sebuah lilin,
Yang
membujuk kematian
Yogyakarta,
15 mei 2014
Jejak
Imaji
Pembahasan
Dengan kaca mata
saya sebagai pembaca, puisi ini tidak menawarkan apa-apa. Karena saya tidak
mampu menerka apa yang dimaksudkan penyair bagi pembaca. Dan pemilihan gaya
bahasa yang digunakannya kurang tetap dan kurang akurat serta penyair
meloncat-loncat dari satu bait kebait berikutnya. Penyair belum menyelesaikan
dalam satu bait sederhana itu dengan detil. Misalnya dari “kopi hitam” meloncat
ke “senja”. Seharusnya dari kopi hitam diselesaikan terlebih dahulu, apa yang
ingin disampaikan lewat diksi tersebut. Jika dari hal yang sederhana sudah
dipecahkan baru melanjutkan ke bait selanjutnya.
Sepengetahuan
saya puisi jika dimulai dari satu objek maka bait seterusnya harus sesuai
dengan objek pertama yang dibahas. Misalnya, jika dimulai dari kopi, hal
selanjutnya adalah hal apa yang menyangkut dengan kopi. Contoh, hal yang
menyangkut dengan kopi. Aroma, rasa, warna, kepulan asap, kedai kopi dan lain
sebagainya. Maka jika tidak diperhatiakan dalam peloncatan dari satu bait ke
bait lainya puisi bisa dikatakan puisi yang amburadul.
Tetapi itu semua tergantung kepada penyairnya, apakah penyair itu pandai
melompat sepertai kanguru dengan cermat dan tepat saat memilih pijakannya atau
hanya melompat karena kebingungan pegangan bahasa atau sekedar bermain
lompat-lompatan yang menjadikan kejebak dalam kubangan lumpur bahasa itu
sendiri.
***
Bait pertama
“Kopi hitam di suguhkan: “Untuk apa di hidangkan?” Pada bait ini penyair berada
pada suatu tempat dan di tempat itu juga aku lirik kebingungan, akan apa yang
harus dilakukan. Karena aku lirik merasakan manis dan tidak juga pahit dalam
suatu forum, seperti pada bait “Manis pahit ku kira sama seperti Dia”. Aku
lirik pada bait ini hanya memberikan gambaran saja dan belum selesai di bahas
(menurut saya). Tetapi aku lirik meloncat jauh dari apa yang dibicarakan
pertama, seperti “kopi ke senja”. “Hidangan senjamu tak mempan”.
Aku lirik sudah
mengatakan, “Sudahlah!” Kata sudah di
dalam KBBI artinya “telah jadi, telah sedia, selesai” Bisa dikatakan penyair
telah sedia atau menerima apa yang dialaminya. Tapi tiba-tiba penyair/aku lirik
bertanya pada dirinya sendiri “Tete
bengek apa lagi?”. Tete bengek
(bermacam-macam persoalan).
Di bait ke dua “Kini maupun esok/ Malam akan meninggalkanku”
Aku lirik atau penyair merenung dalam kebinguannya. Karena kebingungan tidak
mampu menerima paham baru yang selama ini belum dipelajari secara mendalam. Dan
aku lirik mengisaratkan dirinya sebagai “laron”. Laron adalah hewan (anai-anai
yang bersayap). Laron hewan yang suka mengintari cahaya, tapi dia/laron tidak
memedulikan bahaya baut yang setiap saat dapat merenggut dirinya mati. Jadi aku
lirik bisa dikatakan siap menerima hujatan dari orang-orang yang pandai paham
itu dan aku lirik mati gaya akan kurangnya pengetahuan akan paham tersebut.
Demikian yang dapat saya sampaikan
mengenai puisi MALAM KELABU karya
Adeng.
Semoga Bermanfaat
***
0 komentar:
Posting Komentar