Selasa, 16 Desember 2014

ESAI "TRANSFORMASI SENI SASTRA"



TRANSFORMASI SENI SASTRA

Melihat video yang diproduksi oleh Suhardi Wiranata (selanjutnya Wira) beserta rekan-rekannya, saya menemukan hal menarik yang patut untuk diperbincangkan. Ada tiga video yang disuguhkan; 1) “Mirror at Night”, 2) “Semprul Production”, dan 3) “Kulo Ngamen”. Durasi setiap video berkisar lima menit dengan tema yang berbeda-beda.
(1)
“Mirror at Night” memvisualisasikan mitos[1] tentang larangan bercermin pada waktu malam hari. Transformasi dari sastra lisan menjadi sebuah sajian audio-visual
merupakan hal yang menarik, mengingat mitos sebenarnya adalah cerita yang disebarkan dari mulut ke mulut. Di Beberapa wilayah di Indonesia, bercermin pada waktu malam hari agaknya tidak diperbolehkan karena ‘katanya’ sebagian jiwa kita akan diserap ke dalam cermin, ada juga yang berpendapat bisa mengundang makhluk halus. Kebenaran tentang mitos ini masih perlu dikaji secara mendalam. Pembahasan tentang arti dan makna mitos –larangan bercermin di malam hari- tidak akan dibahas secara detail dalam tulisan ini. Silahkan tafsirkan mitos tersebut sesuai dengan keyakinan masing-masing!
Penggunaan mitos sebagai tema utama dalam video singkat yang dibuat Wira perlu diapresiasi. Setidaknya di antara kita masih ada orang-orang yang peduli dengan sastra, peduli dengan ‘lokalitas’, khususnya sastra lama dan perkembangannya. Transformasi bentuk sastra sebenarnya sudah bukan hal asing lagi, lihat saja beberapa tahun belakangan ini banyak novel yang diangkat menjadi film-film layar lebar maupun sinetron. Perubahan karya sastra menjadi bermacam-macam bentuk kiranya bukan hal mudah untuk dilakukan. Dibutuhkan lebih dari sekedar pemahaman untuk mentransformasikannya.
Saya (penulis) sebagai orang yang awam dalam dunia produksi perfilman tidak bisa berkomentar banyak tentang video pertama ini. Satu hal lain yang menarik selain transformasi bentuk adalah penggunaan ragam bahasa daerah yang digunakan sebagai narasi awal untuk membuka cerita. Bila diterjemahkan dalam bahasa indonesia sekiranya menjadi seperti ini; “jangan bercermin malam-malam nanti kamu bisa diganggu setan, setelah itu rasakan sendiri akibatnya”.
(2)
Video kedua yang berjudul “Semprul Production” terkesan tidak memiliki kekuatan dan pengaruh yang cukup kuat bagi orang yang menontonnya. Mungkin karena gagasan atau tema ceritanya secara umum sudah banyak digarap oleh berbagai kalangan, misalnya “Malam Minggu Miko[2]” garapan Raditya Dika.
Terlepas dari tema yang sudah sering digarap, mari kita alihkan pada transformasi bentuk video ini. Cerita utama yang diangkat tidak terlepas dari realita keadaan sekarang ‘pengalaman empirik’ tentang kisah hidup remaja dan permasalahannya (khususnya percintaan). Dalam dunia sastra khususnya prosa dan puisi tema-tema cinta sudah menjadi hal yang biasa, begitu pula dengan dunia perfilman. Jika boleh diduga-duga, video ini lebih dekat dengan cerita pendek ketika ditransformasikan dalam bentuk tulisan. Dugaan lainnya adalah dalam bentuk teks anekdot[3]. Kenapa teks anekdot? Silahkan lihat dan simak secara seksama pada akhir cerita.
(3)
            Kulo ngamen niku namung adol suara
Luwih becik tinimbang kerja ala
Satus-satus kula nggih purun nerima
Limangatus mangke damel tumbas sega
Ikhlas welas panglipur kula
Sampeyan ikhlas atiku nggih lega

Mugi-mugi njenengan purun maringi
Tahun ngarep tak dongake munggah haji, amin
Mugi-mugi njenengan purun maringi
Perawan randa tak dongake cepet rabi
Puji syukur alhamdulillah
Puji syukur alhamdulillah

Banda dunia namung titipan
Mula aja duwe rasa eman
Elingana yen wis kiamat
Banda dunia ra bakal ngangkat
Banda dunia bakale minggat

Pitik angkrem selikur dina
Yen wis netes rupane beda
Semana uga sifat menungsa
Ana sing apik ana sing ala
Ana sing medhit ana sing loma

Wetan kali kulon kali
Tengah-tengah kembang melati
Mbok aja ngaku pak kaji
Petuk wong ngamen ra tau ngekei
Petuk wong ngamen ra tau ngekei

Juminten marut kelapa
Cukup semanten panglipur kula
Tembang kawulo tembang jogja
Menawi lepat nyuwun ngapura
Nyuwun ngapura kalih nyuwun arta

Video terakhir yang dibuat Wira dengan judul “Kulo Ngamen”  memiliki kekayaan dalam transformasi seni sastra, mulai dari puisi/geguritan, musik puisi/lagu, dan yang paling penting adalah realita kehidupan pengamen di Yogyakarta yang secara singkat dilukiskan dalam bait-bait di atas yang menyerupai syair (dalam video dilagukan/dinyanyikan dengan diiringi alat musik).
Dari tiga video yang telah disajikan oleh Wira dapat disimpulkan bahwa seni sastra tidak hanya terbatas pada apa yang tertulis dan dilisankan, tetapi semua itu bisa ditransformasikan dan dikembangkan dalam bentuk audio-visual yang mendidik dan menghibur. Semoga tulisan ini bermanfaat, selamat berkarya.

Yogyakarta, 22 Novemver 2014


[1] Mitos (bahasa Yunani: μῦθος— mythos) atau mite (bahasa Belanda: mythe) adalah cerita prosa rakyat yang menceritakan kisah berlatar masa lampau, mengandung penafsiran tentang alam semesta dan keberadaan makhluk di dalamnya, serta dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya. Dalam pengertian yang lebih luas, mitos dapat mengacu kepada cerita tradisional. Sumber wikipedia.org (diunduh tanggal 22/11/2014, pukul 12:24)
[2] Malam Minggu Miko adalah serial komedi yang dibuat oleh Raditya Dika, dimana selain sebagai pemain utama, ia juga menjadi produser, penulis cerita sekaligus pengarah dalam penggarapannya. Sumber wikipedia.org (diunduh tanggal 22/11/2014, pukul 14:34)
[3] Cerita singkat yang menarik karena lucu dan mengesankan, biasanya mengenai orang penting atau terkenal dan berdasarkan kejadian yang sebenarnya. Sumber KBBI offline.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar