Selasa, 16 September 2014

ESAI "LIMA KODE"



Lima Kode dalam Cerpen Perempuan Pemuja karya Anggita Ryandika Rusman
Pendekatan  Semiotika-Roland Bharthes
Setelah saya membaca cerpen karya Anggita Ryandika Rusman, langkah awal yang saya lakukan adalah mencari rumusan masalah. Sebenarnya,  untuk membedah suatu teks (objek) dapat dilakukan dengan dua jalan, yang pertama membaca teks yang akan dikaji kemudian mencari teori yang tepat untuk membedah, yang kedua membaca teori kemudian mencari teks yang tepat. Dalam hal ini saya memilih jalan yang pertama untuk mencukil apa yang terdapat dalam cerpen “Perempuan Pemuja”dari kaca mata Semiotik Roland Barthes.
Dalam pendekkatan ini, langkah yang digunakkan adalah memaparkan masalah yang berkenaan dengan objeknya, yaitu cerpen “Perempuan Pemuja”, kerangka pendekatan, pembahasan, dan kesimpulan.
Selintas tentang “Perempuan pemuja”

   PEREMPUAN PEMUJA
Cerita dimulai ketika Eva menghubungi kekasihnya yang bernama Hendry melalui telephone. Eva merasa cemas, sebab Hendry tidak mau bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan oleh keduanya hingga menyebabkan Eva hamil. Pada saat Eva mengenang Hendry tentang awal pertemuan mereka terdengar suara memanggil Eva. Ternyata panggilan kakak Eva bernama Ratna. Ratna mengabdikan hidupnya pada lelaki tua.
   Ratna bercerita tentang anaknya yang bernama Wulan kepada Eva mengenai jarangnya pertemuan antara ayah dengan anaknya, hal itu membuat Eva teringat akan kandunganya sendiri dan membayangkan apa yang terjadi kelak. Ditengah percakapan Eva teringat Ibunya yang lebih sibuk mempercantik diri demi mendapatkan pemuda tampan. Sikap tersebut disebabkan oleh perceraian dengan suaminya sebagai sikap yang tidak mau kalah. Pada saat itu juga lagi-lagi Eva teringat kembali pada Hendry. 
Kecemasan Eva bertambah ketika Eva membayangkan perutnya yang akan mulai membesar. Eva membayangkan pertanyaan kakak dan Ibunya nanti. Ditengah perbincangan antara Ibu Eva dengan Eva tentang Ratna dan suami Ratna, Ibu Eva menanyakan tentang kehamilan Eva dan terkejut. Ternyata Ibu Eva tahu, situasi tersebut ditanggapi dengan santai. Diakhir cerita setelah Eva mengaku mengenai siapa laki-laki yang telah menghamili Eva, mereka terkejut, keterkejutan itu ditambah lagi dengan kedatangan Pak Broto dan Hendry.

Setelah membaca kilasan cerpen, ditemukan adanya aksi atau tindakan yang dilakukan oleh tokoh utama, munculnya teka-teki, adanya sistem nilai yang ada dalam cerita, adanya kalimat yang menunjukan konotasi dan klimaks cerita, sehingga pembahasan cerpen ini dilakukan dengan pendekatan Semiotik Rolan Barthes.

Kerangka Pendekatan
Studi yang mempelajari tentang makna dan tanda yaitu semiotik. Pada tahun 1960-an di Prancis berkembang istilah yang merefrensi tentang ilmu yang disebut dengan ilmu tanda. Para ilmuan menyebutnya dengan sebutan yang berbeda-beda, ada yang mengatakan tentang istilah semiologi. Wilayah Anglo-Saxion  lebih memilih menggunakan istilah semiotika, di Prancis beberapa ahli memberi nama semiologi. Barthes termasuk yang bersikukuh terhadap semiologi ( Udasmoro (edtr), 2007: v).
Pertama, untuk menyelami semiotik Roland Bharthes, terlebih dahulu kita mengingat kembali istilah “tanda”, “petanda”, dan “penanda”, istilah yang dibawa oleh Ferdinan de Saussure. Sebab menurut Roland Bharthes, semiotika mempelajari bagaimana tanda melakukan penandaan, dalam naskah konvensional, dan dokumen-dokumen hukum, atau dalam iklan dan perilaku ragawi (7 Teori Sastra Kontemporer & 17 Tokohnya, 2012:80).
Ferdinand de Saussure
 Roland Barthes
Misal
Signifiant (penanda)
Bentuk (form) 
dibalik  kertas
Signifie (petanda)
Konsep (concept)
muka depan kertas
Sign (tanda)
Penandaan (Signification)           
kertas

Selain itu, pada ruang yang lebih sempit, Barthes mengembangkan apa yang disebut sebagai analisa struktural atau analisa tekstual yang diterapkan untuk mengkaji naskah-naskah atau teks-teks yang semua itu tidak lepas dari bahasa (langue).
Suatu naskah oleh Barthes dipotong-potong dan disusun kembali dalam suatu sistem baru dalam jumlah tak terbatas. Potongan-potongan ini disebut dengan leksia atau fragmen-fragmen cerita. Dengan metode ini peran pembaca begitu besar dalam menentukan sistem makna baru yang terbentuk. Ada Banyak kode yang dibahas oleh Bharthes, namun kali ini dibatasi hanya lima kode, yaitu kode hermeneutik (kode teka-teki), kode semik (makna konotatif), kode simbolik, kode proaretik (logika tindakan), kode gnomik (kode kultural). Sebelum kode-kode ini di jabarkan, langkah yang diambil dalam pembahasan tidak melalui prosedur pemaknaan sastra secara struktural, alasanya untuk membatasi penelitian kali ini. Selanjutnya akan dijabarkan kode-kode semiotik Roland Bharthes.
Kode hermeneutik atau kode teka-teki berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan “kebenaran” bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode teka-teki merupakan unsur terstruktur yang utama dalam narasi tradisional.
Kode semik (makna konotatif) adalah kode yang memanfaatkan isyarat, petunjuk, kumpulan dari konsep atau “kilasan makna”. Kode semiotik menawarkan banyak sisi. Dalam proses pembacaan, pembaca menyusun tema suatu teks. Ia melihat bahwa konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan konotasi kata atau frase yang mirip. Jika kita melihat kumpulan satuan konotasi melekat, kita menemukan suatu tema di dalam cerita. RB menyebutnya dengan sekelompok signifie-signifie konotasi sebagai kode semis (Semiologi, 2007: 357).
Kode simbolik bagi RB kode simbolik lebih disebut sebagai medan simbolik. Medan simbolik organisasi dari makna-makna yang dilakukan menurut simbolisme aksional (Semiologi, 2007:358). Kode tindakan/ lakuan dianggapnya sebagai perlengkapan utama teks yang dibaca orang yang bersifat struktural dan dilandasi oleh suatu gagasan bahwa makna dapat diperoleh dari oposisi biner.
Kode proaretik (logika tindakan) Kode aksi mengacu pada kepada organisasi aksi-aksi yang dilakukan atau dialami oleh agen-agen yang ada dalam nasrasinya (Semiologi, 2007:360). Maksudnya kode ini mencakup apa yang terjadi yang disajikan menurut suatu logika sebab akibat dan hubunganya dengan waktu.
Kode gnomik (kode kultural) kode kultural melibatkan atau mengimplikasikan pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca (Semiologi, 2007:354). Pembaca akan menerima konotasi dalam sebuah teks Kode ini merupakan acuan teks kebenda-benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh budaya. Dalam teori Barthes akrab dengan apa yang disebut dengan sistem pemaknaan tataran kedua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sastra merupakan contoh paling jelas sistem pemaknaan tataran kedua yang dibangun diatas bahasa sebagai sistem pertama. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam mitologinya secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama.
Pembahasan
a.    kode aksi/Tindakan
Setiap aksi atau tindakan dalam cerita dapat disusun. Dalam cerpen “Perempuan Pemuja”  aksi atau tindakan yang dilakukan oleh tokoh utama tidak banyak, yaitu lebih kepada duduk di luar rumah, duduk di dalam rumah, menggendong keponakan dan menidurkanya. Pada saat duduk pikiran tokoh sangat dinamis yaitu selalu menerwang hal-hal yang telah dan akan terjadi namun gerak yang dilakukan pasif.
Bermula ketika Eva duduk setelah bertelephone dengan Hendry, tokoh utama memikirkan sikap-sikap yang dilakukan oleh Hendry pada waktu awal pertemuan, kepopuleran Hendry sampai pada titik sikap tidak bertanggungjawabnya Hendry. Selanjutnya Eva teringat lagi pada Hendry ketika Wulan keponakanya digendong, tokoh utama membayangkan tujuan dari pernikahaan. Tokoh utama juga teringat akan percakapannya ditelephone dengan Hendry supaya menggugurkan kandunganya setelah menidurkan Wulan. Saat itu tokoh utama khawatir akan dosa yang telah dilakukan dan akan menambahkanya lagi dengan aborsi. Ketika tokoh utama memikirkan tentang aborsi, tokoh utama telah berpindah tempat dari kamar ke luar rumah, hal itu dijelaskan dengan percakapan antara Ibu Eva dengan Eva. Citra yang buruk dibayangkan oleh Eva tentang ibunya, ketika ibu Eva duduk dan menyalakan korek apinya lalu merokok. Diakhir cerita bagaimana tokoh utama bersikap setelah ibunya mengetahui siapa yang telah menghamilinya.
Secara umum kode aksi/tindakan/proairetik yang terdapat dalam cerpen terlihat seimbang antara aktivitas gerak yang dinamis dan gerak yang pasif melalui pikiran-pikirannya.
b.    Kode hermeneutik atau kode teka-teki
Kode teka-teki memiliki tujuan dan harapan untuk mendapatkan ‘kebenaran’ atas teka-teki atau pertanyaan yang muncul di dalam teks. Kode teka-teki yang muncul dalam cerpen Perempuan Pemuja adalah ketika tokoh utama belum mengakui atas kehamilanya kepada Ibu dan kakaknya sebelum ada pertanyaan dari Ibunya. Lalu siapa laki-laki yang telah menghamili tokoh utama, dalam hal ini hanya tokoh utama yang tahu sebelum mengaku kepada Ibunya dan siapakah Broto dalam tokoh tersebut. Apa hubungan Broto dengan Hendry, seperti pada kutipan berikut.
“Mas Broto?” Ratna berucap seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya.         Seorang pemuda keluar pula dari dalam mobil itu. Aku tak dapat menahan diamku lagi.
            “Hendry!!!” pekikku bersamaan dengan pekik mama yang tak kalah keras.
Pada akhir cerita yang menampilkan tokoh Wulan mengungkapkan perasaan rindu kepada ayah, dan bagaimana tokoh Ratna, Eva dan Wulan menyikapi merupakan masih menjadi teka-teki.
c.    Kode gnomik (kode kultural)
Kode gnomik atau kode budaya merupakan referensi teks, kode-kode ini tersirat dalam teks. Didalam cerpen “Perempuan Pemuja” karya Anggita Riyandika R. Ini tampak pada kutipan berikut.
“Ini kepulanganmu yang ke tujuh dengan alasan dan perkataan yang sama. Paling-paling dua hari lagi kau akan dijemput mobil mewah lengkap dengan sopirnya, kemudian kembali ke rumah mewah itu. Ingat mbak, kau tak betah melarat.”
   Kode-kode yang tersirat dalam kutipan tersebut yaitu suami Ratna adalah orang yang terpandang. Ucapan Eva kepada kakanya “Dijemput mobil mewah lengkap dengan sopirnya, kemudian kembali ke rumah mewah itu”.  Mobil mewah yang dimaksud adalah mobi Ferary yang tersurat dalam teks. Selain hal tersebut kode budaya juga tampak pada adegan Eva yang berhubungan dengan Hendry dengan menggunakan telephone sampai dua kali.
d.    Kode Konotatif
Kode konotatif dalam cerpen Perempuan Pemuja karya Anggita Riyandika R. sikap  Eva yang tidak setuju dengan kekasihnya untuk menggugurkan kandunganya. Walaupun Eva dan Hendry telah melanggar batas hingga hamil di luar nikah tanpa mengindahkan rasa berdosa, tokoh Eva ada rasa kecemasan yang berujung akan ketakutan dosa kepada Tuhanya. Selain tokoh Eva, tokoh perempuan lainnya seperti Ibu dan kakaknya juga menyadari sikap-sikap yang hanya bahagia bersifat sementara. Jadi konotasinya dalam cerpen ini adalah kebahagiaan yang didapat bersifat semu. 
e.    Kode Simbolik
Menurut Roland Bharthes dalam Suwondo (Studi Sastra, 2007: 119) simbol merupakan aspek pengkodean fiksi yang khas bersifat struktural. Maksudnya kode konotatif berhubungan erat dengan tema yang ada di dalam teks tersebut. Cerpen “Perempuan Pemuja” dapat dicari kode simboliknya dengan mengetahui kode konotatifnya. Tokoh utama merasakan suatau kecemasan dan ketakutan dalam hidupnya. Bermula ketika diketahui bahwa tokoh utama hamil lalu meminta pertanggungjawaban kepada kekasihnya namun ditolak. Penolakan tersebut disebabkan karena keluarga Eva yang berantakan dan saat itulah muncul pemikiriran sebab-sebab penolakan Hendry mengenai latar belakang keluarga, seperti pada kutipan berikut.
Aku mulai muak berbicara dengan orang yang kusebut mama ini. Pantaslah aku begini. Tak ada yang memberiku contoh moral. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Kurasa itu memang benar. Semua hanya hidup sebagai pemuja. Pemuja harta dan pemuja pria.
Kutipan di atas menunjukan bagaimana keluarga mendidik Eva dan sikap-sikap Ibu dan kakanya. Kemudian tokoh utama meneliti kisah hidup kakaknya sebagai istri simpanan yang ternyata tidak bahagia. Ditambah ladi Ibunya yang hidupnya untuk bersenang-senang dangan laki-laki sepuluh tahun lebuh muda disebabkan perceraian dan kekecewaan mantan suami yang memilih wanita lebih muda sepuluh tahun. Secara simbolik menunjukan bahwa kehancuran hidup tokoh utama disebabkan oleh kekacauan keluarga.
Kesimpulan
Dari uraian yang telah dipaparkan mengenai lima kode dalam cerpen Perempuan Pemuja karya Anggita Riyandika  Roland Bharthes dengan pendekatan Semiotik Roland Bharthes yaitu kode aksi secara umum seimbang antara aktivitas gerak yang dinamis melalui gerakfisik dan gerak pasif melalui pikiran-pikiran tokoh utama. kode teka-teki yang muncul yaitu siapa yang telah menghamili Eva, apa hubungan Broto dengan Hendry dan sikap apa yang harus dilakukan oleh Ratna untuk menjawab pertanyaan anaknya. Kode kultural yang disimbolkan oleh sebuah mobil mewah yang menandakan kehidupan yang tinggi dan telephone sebagai alat komunikasi menandakan suatu moderenitas. Kode Konotatifnya yaitu kebahagiaan yang didapat bersifat semu.   Kode Simbolik kehancuran hidup tokoh utama disebabkan oleh kekacauan keluarga
Daftar Pustaka
Soebachman & Syuropati. 2012. 7 Teori Sastra Kontemporer & 17 Tokohnya. Yogyakarta: IN AzNa Books.
Suwondo, Tirto. 2011. Studi Sastra Konsep Dasar Teori dan Penerapanya pada Karya Sastra. Yogyakarta: Gama Media.
Udasmoro, Wening. 2007. Petualangan Semiologi Roland Barthes. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Share:

1 komentar: